Monday, October 25, 2010

Al-Hallaj

Pengusung Paham Eksoteris yang Dianggap Gila dan Berkekuatan Magis

Al-Hallaj atau Husayn ibn Manshur (244-309/957-922) adalah seorang sufi Persia yang dilahirkan di Thus yang dituduh musyrik oleh khalifah dan oleh pakar-pakar Abbasiyyah di Baghdad dan karenanya ia dihukum mati.

Al-Hallaj menjadi tersohor lantaran sya'ir-sya'irnya yang sangat dipuja pada masa-masa itu. Ia memiliki pengikut yang tidak sedikit jumlahnya di kalangan masyarakat Abbasiyyah, dan memiliki pengaruh yang besar di kalangan pengikutnya.

Sejumlah keajaiban atau keanehan erat dengan dirinya, bahkan termasuk juga ilmu syihir. Ia dipandang terlibat dengan organisasi rahasia, bahkan ia dipandang sebagai salah seorang pimpinan gerakan tersebut.

Ia terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap penguasa, atau setidaknya turut mempengaruhi emosi rakyat dalam gerakan tersebut, lantaran penguasa Abbasiyyah menemukan sejumlah bukti di dalam rumah para pengikutnya, yakni sejumlah besar dokumen yang ditulis di atas kertas Cina, yang sebagian ditulis dengan tinta warna keemasan.

Sebagian tersusun di atas lembaran satin atau sutra. Sebagian kertas lainnya merupakan naskah-naskah kritis dari agen-agennya, juga tentang beberapa instruksinya terhadap mereka yang harus disebarluaskan oleh mereka, bagaimana mereka harus menggerakkan rakyat dari satu tahap menuju tahap berikutnya, bagaimana mendekati kelompok masyarakat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat intelektual dan pemahaman mereka masing-masing.

Selama bertahun-tahun Al-Hallaj mengembara di pelosok Persia, India, dan Turkestan, bahkan sampai ke wilayah perbatasan negeri Cina, sebuah kunjuangan terhadap kelompok keagamaan yang memihak kepadanya. Melalui propaganda dan kegiatan-kegiatan keagamaan ini, maka ia diberi gelar "Al-Hallaj", yang merupakan bentuk singkatan dari gelar "Al-Hallaj al-Asrar," pembersih (Al-Hallaj) hati atau kesadaran.

Ia adalah seorang yang cukup membingungkan; dan beberapa kalangan mencatatnya sebagai seorang wali, bahkan ia juga dipandang sebagai bentuk kesadaran paham esoteris; sementara sebagian lainnya menganggapnya melebihi seorang wali pada umumnya, bahwa keajaibannya selalu dipertunjukkan dalam beberapa kesempatan sehingga menimbulkan pengaruh di kalangan pendukungnya; dan sesungguhnya keajaiban itu tersebut dipandang sebagai bagian dari ilmu sihir.

Terdapat beberapa cerita yang menjadi bukti kelemahannya, yakni bahwa dirinya dan warganya telah mengadakan pemujaan terhadapnya dalam peribadatan yang sesat. Kata al-Hallaj; "Tuhan semula terdapat di surga namun ia juga berada di bumi." Bahkan masa mudanya ia mengemukakan pengakuan sebagai burung jalak:

"Pada suatu hari ketika saya berjalan bersama Husyn ibn Manshur (seorang gurunya yang bergelar al-Makki) di sebuah lorong sempit di Makkah. Tiba-tiba aku dikejutkan bacaan dari al-Quran sepanjang perjalanan kami. Maka Dia berkata kepadaku ; "Sesungguhnya akulah yang mengucapkan bacaan-bacaan itu, karena diriku sendiri adalah bacaan-bacaan tersebut."

Semenjak peristiwa itu aku tidak pernah menjumpainya lagi. Ketika Al-Hallaj telah mencapai kemasyhurannya, terdapat keterangan mengenai dirinya:

"Pada suatu kali" (kata seorang hakim yang bernama Muhammad ibn 'ubayd) ".Saya duduk sebagai murid Al-Hallaj. Pada saat itu ia sedang menjalankan zikir di sebuah masjid di Bashrah sebagai pengajar Al-Quran, hal ini terjadi sebelum terjadi pengakuannya yang sangat menghebohkan. Pada suatu hari pamanku sedang bercakap dengannya, ketika itu saya turut duduk mendengarkan percakapan mereka berdua."

Maka Al-Hallaj berkata : 'Saya harus segera meniggalkan Bashrah !''' Mengapa harus demikian?', tanya sang paman. 'Orang-orang di sini terlalu mempergunjingkan tentang diriku, dan aku muak dengan itu,' jawab Al-Hallaj. 'Apa yang mereka gunjingkan?' tanya sang paman.

'Mereka menganggapku mampu mengerjakan apapun,' kata Al-Hallaj; '..dan aku tidak mampu memberi mereka penjelasan yang dapat membebaskan mereka dari ketersesatan anggapan tersebut, maka mereka tetap dalam anggapannya bahwa Al-Hallaj berkuasa mengabulkan do'a, bahkan kata mereka Al-Hallaj memiliki berbagai mu'jizad yang nyata. Siapakah gerangan aku ini, sehingga segalanya mesti diserahkan kepadaku?'

'Kuceritakan sebuah cerita..,' sambung Al-Hallaj, '..seorang laki-laki datang menyerahkan sejumlah dirham kepadaku untuk dibagikan kepada fakir miskin. Sedang pada saat itu tidak kujumpai seorang fakir pun, sehingga dirham tersebut ku taruh di atas kesetan masjid, yang berdekatan dengan tiang. Cukup lama aku menunggu, namun tidak seorang fakir pun datang mengambilnya, dan setelah menjelang malam kutinggal pulang. Menjelang fajar aku kembali duduk di mesjid dekat tiang tersebut, sebagaimana biasanya, dan aku mulai memanjatkan do'a; maka tiba-tiba kalangan dervishes, yakni para sufi miskin, berkumpul mengitariku. Aku segera menghentikan do'a, lalu mengangkat kesetan tersebut dan membagi-bagikan uang kepada mereka. Maka mereka kemudian menyebarkan desas-desus bahwa hanya dengan menggesek-nggesek debu saya dapat mengubah debu tersebut menjadi perak!' papar Al-Hallaj."

Al-Hallaj menceritakan kisah yang sejenis itu, hingga sang paman mengucapkan salam seraya meninggalkannya. Semenjak itu sang paman tidak pernah lagi datang kepaa Al-Hallaj. "Dia adalah seorang pembohong di kalangan masyarakat," kata sang paman."Seharusnya kita tidak perlu mendengar lagi kisah-kisahnya."

Al-Hallaj pertama kali menjadi murid tharikat Syaikh Sahl di al-Tustari, kemudian ia meninggalkannya berganti berguru kepada al-Makky, tidak lama kemudian ia meninggalkan al-Makki dan mencoba bergabung menjadi murid al-Junaid al-Baghdadi.

Namun al-Junaid menolaknya seraya berkata : "Saya tidak menerima seorang murid yang gila." Seseorang yang menemani al-Hallaj berusaha menasihatinya, seusai perjumpaan dengan al-Junaid, namun al-Hallaj menjawab, "Aku menghargai al-Junaid semata karena usianya; bahwa derajat kesufian merupakan suatu anugrah Tuhan dan tidak dapat dipelajari dari Sang guru."

Belakangan al-Hallaj menjadi sangat tersohor. Ia seringkali menggelisahkan masyarakat sekelilingnya lantaran beberapa pembicaraannya yang aneh mengenai Tuhan, misalnya, "Wahai Engkau yang lebih dekat dari kulitku sendiri." Perkataan semacam itu menunjukkan kedekatan al-Hallaj terhadap Tuhannya.

Tidak hanya sekali al-Hallaj menangis di tengah-tengah keramaian pasar seraya mengutarakan perkataan seperti ini : "Wahai orang-orang ! selamatkan aku dari Tuhan yang telah merampasku dari diriku sendiri...maka celakalah orang yang mendapatkan dirinya lenyap bersama kehadiran Tuhan dan dirinya akan lenyap bersama terjadinya kesatuan tersebut."

Perkataannya tersebut membuat orang-orang yang mengerumuninya di pasar meneteskan air mata. Terdapat sejumlah kisah tangisan yang sejenis ini, namun ketika orang-orang di sekitar mulai turut menangis, justru al-Hallaj tertawa keras-keras.

Ia seringkali memamerkan keajaiban yang berkaitan dengan uang, misalnya hanya dengan menggosok-nggosokkan tangannya di atas tikar, ia dapat mendatangkan timbunan mata uang dari emas, kemudian ia memanggil masyarakat miskin untuk mengambil uang tersebut sekehendak mereka; Suatu saat ia melemparkan dompet yang berisi banyak uang ke tengah sungai Tigris, beberapa lama kemudian datang seorang utusan membawa kembali dompet tersebut dalam keadaan utuh dan kemudian seluruhnya diberikan kepada utusan tersebut. Dompet tersebut sebelumnya diterima al-Hallaj sebagai hadiah atas jasa pengobatannya;

Beberapa kalangan bangsawan meminta bantuan al-Hallaj untuk mengobati seorang anak yang menderita sakit keras. Maka al-Hallaj berkata : "Ia segera sembuh." Anak tersebut pun segera sembuh, bahkan ia tampaknya seperti tidak pernah menderita sakit. Kabar kemampuan al-Hallaj dalam pengobatan seperti ini segera tersebar sampai ke penjuru yang jauh. Namun sudah barang tentu tidak semua orang mempercayai keajaibannya tersebut.

Hallaj telah memperdayakan sejumlah orang untuk mengikuti jejaknya, di antara mereka terdapat beberapa kalangan pejabat. Ia berjuang untuk menguasai kalangan pejabat. Ia berjuang untuk menguasai kalangan sekte reaksioner, oleh karena itu ia berusaha menerima pemikiran mereka dan menjadikannya sebagai pemikirannya sendiri; dan untuk itu ia mengirimkan seorang utusan kepada ibn Nawbakht, seorang anggota dari sekte ini.

Ibn Nawbakht adalah seorang intelektual yang cerdik. Kepada utusan al-Hallaj tersebut ia berkata, "Guru anda memang mahir dalam tipuan sulap. Katanya, 'Saya adalah orang yang pantas disebut sebagai pejuang cinta karena tidak ada sesuatu di muka bumi ini yang lebih menyenangkan diriku melainkan perempuan, karenanya aku sangat membenci kebotakan rambut di kepalaku. Maka kubiarkan rambutku tumbuh memanjang, lalu aku menggulungnya di dalam Turban (sejenis pici yang berbentuk panjang) yang kukenakan. Dan aku merahasiakan jenggotku yang memutih beruban dengan celupan pewarna hitam.'

"Maka sekarang, jika Hallaj mampu membuat rambut kepala dan aku merahasiakan jenggotku yang memutih beruban dengan celupan pewarna hitam. Maka sekarang, jika Hallaj mampu membuat rambut kepala dan jenggotku menjadi hitam kembali, niscaya saya akan menurut ajaran apa saja yang disebarkannya. Aku akan memanggilnya sebagai wakil dari seorang nabi. Dan bahkan jika ia berkenan, aku akan memanggilnya sebagai Nabi atau bahkan sebagai "Yang Agung" (Tuhan)," sambung Ibn Nawbakht.

Cuplikan di atas menunjukkan sikap ibn Nawbakht sebagai "orang berpendidikan yang cerdik", dengan pengandaiannya tersebut ia mencoba menangkis kepercayaannya terhadap al-Hallaj, dan sekaligus melecehkan kemashurannya, namun pengandaiannya tersebut sungguh-sungguh menjadikan kenyataan lantaran keajaiban al-Hallaj.

Bahkan beberapa kalangan pejabat menjadi pengagum dan pengikut al-Hallaj, di antara mereka adalah ibu Khalifah al-Muqtadir dan orang kepercayaannya yang bernama al-Nashir. Ia menyebarkan eksistensi ketuhanannya di tengah-tengah kalangan keluarga 'Ali.

Pada tahun 301/913 ia dipenjara selama beberapa tahun lantaran ia terlibat dalam suatu gerakan yang terlarang, dan lantaran ia menyebarkan ajaran yang kacau (sesat) sehingga akhirnya ia dijatuhi hukuman bunuh, berdasarkan keputusan tokoh-tokoh agama (baik kalangan eksoterik maupun non kalangan eksoterik) bahwa ia menyebarkan ajaran syirik.

Pada saat itu sedang berlangsung pemberontakan Qaramithah, demikian juga tengah berlangsung gerakan kebangkitan Fathimiyyah di Afrika Utara, di mana tokoh-tokoh gerakan tersebut menggunakan emosi keagamaan dalam melancarkan propaganda politik. Dalam kondisi yang demikian pihak ortodoks memandang doktrin-doktrin gerakan tersebut sebagai organisasi yang berkedok agama yang memiliki maksud-maksud tertentu di balik kedok spiritual mereka.

Dalam setiap kesempatan Hallaj menyampaikan pernyataan secara umum bahwa dirinya sendiri adalah seorang musyrik, hal ini yang terkandung di dalam ucapannya : "Saya telah mencabut keimananku terhadap Tuhan, dan pencabutan semacam ini bagiku merupakan kewajiban, namun hal ini dipandang suatu yang keterlaluan bagi setiap muslim,"

Dan juga dalam perkataannya, "Pernyataan pengakuan terhadap Tuhan merupakan suatu kebodohan, penuh ketaatan dalam mengabdi kepada Tuhan adalah kehinaan, berhenti memusuhi Tuhan adalah kegilaan" dan seterusnya. Kata Hallaj, "Menganggap tuhan sendiri dapat membaurkan diri-Nya adalah suatu kemustahilan dan merupakan perbuatan syirik.".

Diantara paham antinomianisme al-Hallaj adalah penafsirannya mengenai tawhid (Kesatuan Ketuhanan), di mana Hallaj menyatakan diri benar-benar sebagai Tuhan tanpa sedikit pun memiliki sifat-sifat manusia.

Pada suatu ketika seorang asal Isfahan yang bernama Ali ibn Sahl mempergunjingkan permasalahan ini, maka Hallaj segera menuju ke Isfahan, dan agak sedikit kasar al-hallaj berkata : "Engkau sungguh lancang telah berani membicarakan tentang "kebijaksanaan" sedang aku sendiri masih hidup."

Pada akhir hidupnya, al-Hallaj menjalani hukuman di depan masyarakat umum sehingga ia meninggalkan kesan mendalam di tengah pengikutnya.

Al-Hallaj terkenal dengan pernyataan "Ana al-Haqq" (atau "Akulah Yang Maha Mutlaq", atau "Yang Maha Nyata", "Kebenaran", dan juga dapat berarti "Akulah Tuhan"). Ahmad ibn Fatik berkata bahwa ia pernah mendengar bahwa Hallaj berkata : "Aku lah Yang Maha Benar di mana Kebenaran tersebut adalah milik Tuhan dan Aku mengenakan Esensi-Nya, sehingga tidak ada perbedaan di antara Kami (yakni tidak ada perbedaan antara Aku dan Tuhan)."

Pernyataannya tersebut merupakan keanehan Hallaj dibanding tokoh lainnya, bahkan ia berada di tengah-tengah tokoh awal dan akhir yang tidak dapat disejajarkan dengan Kemutlakan Tuhan. Perkataan al-Hallaj "Ana al-Haqq" dalam sebuah syairnya pernah diungkapkan oleh imam al-Junaid. Namun kalimat tersebut dalam ungkapan al-Junaid mengandung pengertian bahwa "melalui Yang Haqq engkau terwujud."

Ini tidak berarti bahwa al-Junaid menolak pengetahuan Tuhan tanpa adanya pihak lain (tawhid), bahkan ia menyatakan bahwa ungkapan tersebut sebagai penghapusan pembatas antara manusia dengan Tuhan. Pada ujung perjalanan manusia tetap sebagai manusia dan Tuhan tetap sebagai Tuhan (al-"abd yabqa al-'abd wal-Rabb yabqa al-Rabb).

Namun kesadaran manusia akan Tuhan tidak mengenal batas, tanpa pertentangan, tanpa syarat tertentu, dan bahkan tanpa unsur kemusyrikan (penyekutuan realitas lain di samping Tuhan), di mana hal ini muncul dari pemikiran dan konseptualisasi semata.

Hallaj dan ajarannya mengakui bahwa terdapat kesatuan pribadi; di mana seorang individu mencapai sifat-sifat ketuhanan yang secara alamiah hal ini akan mendorong pada pemujaan individual di sekitar alam semesta ini.

Salah seorang sufi mengungkapkan karya-karyanya dan pernyataannya sebagai berikut: "Dengan sangat cerdas al-Hallaj telah menuliskan berbagai formulasi baik secara alegoris, teologis maupun yuridis. Seluruh ungkapan mistiknya menyerupai pandangan tokoh-tokoh yang pertama, bahkan dalam beberapa hal cenderung lebih kuat, sebagian lebih samar, beberapa hal lebih layak dipakai, dan lebih baik dibanding lainnya. Ketika Tuhan memberikan pandangan terhadap seseorang, dan setelah itu manusia berusaha menyatakan apa yang dilihatnya dengan kekuatan ma'rifat yang tinggi ke dalam kata-kata, dan dengan bantuan Tuhan semata, dan lebih dari itu ia mengungkapkannya di dalam diri sendiri secara tiba-tiba saja, dan dengan pengagungan diri sendiri, maka perkataan tersebut menjadi sulit dipahami."

Pada zamannya sendiri, oleh kebanyakan sufi, al-Hallaj dipandang sebagai orang musyrik. Sekalipun demikian setelah kematiaannya, mulai timbul propaganda membela kebaikan al-Hallaj, khususnya propaganda tersebut berkembang di Transoxania, yang memujanya sebagai kurban syahid lantaran sempitnya paham eksoteris.

Sekalipun ia telah lama meninggal, namun karya puisi sufisnya senantiasa mengenangkan perjuangannya. Dalam hal-hal tertentu diri al-Hallaj terpecah menjadi dua pribadi: ibn 'Arabi memandang bahwa pada satu sisi pandangan al-Hallaj adalah pandangan seorang wali, namun pada sisi lain ia memiliki sebuah pandangan yang melebihi kebesaran nabi.

Sehingga ia diperkatakan sebagai nabi, sisi pandangan yang kedua inilah yang menyebabkan ia pantas diberi hukuman. Sungguh pun demikian al-Hallaj menjadi sebuah misteri atau teka-teki, di mana di dalam sejumlah puisinya sendiri terdapat beberapa hal yang saling bertentangan :

"Tuhan melempar seorang laki-laki ke tengah samudera dengan tangannya terbelenggu di balik punggung, seraya berkata kepadanya : "berhati-hatilah, atau engkau akan tenggelam ke dalam air !"

Beberapa sya'irnya yang sejenis ini lebih dikenali oleh kalangan mistisisme, bahkan secara khusus merupakan pengungkapan yang bercorak dramatis. "Ketika datang dahagaku, kuhadapkan wajah kepada secangkir Anggur, di dalam kegelapan cangkir aku melihat sebuah bayangan Diri-Mu !."

Dan dalam sya'irnya yang lain :

Aku adalah Cintaku ; Cintaku adalah Aku;
Dua jiwa bertempat di tubuh ini.
Jika engkau memandangku, sesungguhnya Dia yang kau pandang;
Dan jika engkau memandang-Nya, niscaya di sana engkau akan mendapatkan diriku !.

Dan dalam sebuah sya'irnya yang lainnya ; "Seorang Nabi adalah pelita penerang dunia; tetapi makrifat (ecstasy) merupakan cahaya dari Sisi ruang yang terdalam. Sang ruh berhembus ke dalam diriku, dan ia tetap bersamaku sekalipun ajal telah menghampiriku. Tampak jelas oleh mataku saat Musa sedang berdiri di atas Sinai."

Bid'ah dan Revitalisasi Maulid

Oleh: Muhammad Hikam Masrun*
Tanggapan untuk "Maulid Nabi; antara Inovasi Terlarang dan Kemubajiran Kultural
Pada edisi (3/05) Opini Radar Banjarmasin, Saudara Aliman Syahrani menyampaikan kegusarannya seputar seremonial Maulid. Sedari tidak ditemukannya landasan primer, sehingga maulid-an dianggap sebagai inovasi 'terlarang' sampai pengaruh positifnya yang tampak tak terlihat, atau dengan ungkapan beliau sendiri, (oknum-oknum) mereka yang mengotori sunnah: minum dengan tangan kiri, atau para ibu-ibu yang biasanya karena kesibukannya menyiapkan hidangan sehingga lalai melaksanakan kewajiban shalat.

Di sisi lain, penulis juga mengkritisi komersialisasi para group-grup Barzanji dan Habsy dengan alasan (oknum) yang memasang tarif pementasan atas nama agama, bahkan penulis mengakhiri fenomena ini dengan "naudzubillah". Tak ketinggalan, sisi pragmatis maulid yang dipersoalkan, terutama kaitannya dengan pengembangan dakwah yang berwawasan peningkatan kualitas manusia. Setelah itu juga wacana lawas tentang ketidak-nyunnah-an maulid, karena tidak tercantum pada teks-teks primer Islam.

Menariknya, penulis mengamini relevansi makna kontekstual peringatan maulid di tengah merajalelanya pola hidup destruktif, seperti materilalisme, hedonisme dan yang lainnya. Lebih jauh, beliau kemudian mengatakan bahwa maulid Nabi adalah inovasi terlarang (bid'ah) dengan asumsi historis, sehingga harus dieliminasi. Karena itu, maulid sejatinya diganti dengan kegiatan-kegiatan sosial yang lebih disemarakkan karena dana yang selama ini terkuras untuk maulid menjelma menjadi budaya kemubajiran.

Saya menangkap kegusaran penulis ini sebagai sesuatu yang patut diapresiasi, setidaknya karena beliau menawarkan alternatif seremonial Maulid yaitu kepada kegiatan kongkrit yang lebih mendesak dan pragmatis, seperti kegiatan sosial, membangun masjid, mengumpulkan sumbangan untuk korban bencana alam dan lain sebagainya. Tampaknya, penulis mengambil skala prioritas dalam memaknai kembali maulid Nabi Saw.

Namun ada beberapa poin yang sepertinya perlu kembali diperhatikan. Dalam tulisan itu misalnya, diangkat proposisi Sunah dan Inovasi (bid'ah) penyelenggaran Maulid. Tidak bermaksud apa-apa, wacana ini tentu saja nyaris kehilangan titik pentingnya. Di samping bangunan epistimologis hukum Islam yang prematur, wacana ini berpotensi akan kontraproduktif terutama jika dikaitkan dengan realita masyarakat dan metode dakwah. Selebihnya, saya setuju bahwa memang diperlukan upaya memaknai kembali maulid Nabi Saw.

Sunnah dan Inovasi

Ketika membahas proposisi bid'ah (inovasi), ulama mempunyai dua pendekatan yang substansi tujuannya sama: 1) pendekatan terperinci Imam Al-Izz Ibn Abdissalam yang mengukur bahwa bid'ah adalah segala sesuatu yang belum pernah dikerjakan Nabi dan terbagi kepada beberapa 5 hukum: wajib, haram, mandub (terpuji), makruh dan mubah; dan 2) pendekatan global Ibnu Rajab al-Hanbali yang lebih tertekan pada arti etimologis-nya: sesuatu yang baru dan tak memiliki dasar (petunjuk) dalam syariat. Sehingga apa pun yang tidak pernah dilakukan Rasulullah namun memiliki pijakan dalam syariat maka itu bukanlah bid'ah --meskipun bisa dikatakan bid'ah secara bahasa (etimologi).

Kedua pendekatan ini sepakat bahwa substansi bid'ah (inovasi) yang terlarang (al-Madzmumah) yaitu yang tidak memiliki landasan dalam syariat (laisa laha ashlun fi as-syari'ah). Inilah yang dimaksud dengan hadist: "Kullu bid'atin dhalalah." Pemahaman seperti ini diadopsi oleh mayoritas ulama dan pakar otoritas fikih seperti Imam Syafi'i, Imam Ghazali, Ibnu al-Atsir, Imam Nawawi Rahimahumullah, dan lainnya. Singkatnya, menurut mereka, secara substantif bid'ah itu terbagi pada beberapa tingkatan hukum.

Karena itulah, kita temukan hadist riwayat Imam Muslim ra. tentang inovasi yang dianjurkan dalam Islam, "Man sanna sunnatan Hasanatan falahu ajruha wa ajru man 'amila biha ila yaumil qiyamah. Wa man sanna sunnatan sayyiatan fa'alaihi wizruha wa wizru man 'amila biha ila yaumil qiyamah" (Barangsiapa yang melakukan sunnah [inovasi] yang baik maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dan barang siapa yang melakukan sunnah [inovasi] yang buruk maka atasnya dosa dan [juga] dosa orang-orang yang melakukannya hingga hari kiamat). Kita juga akan menemukan sahabat seperti Umar ra. yang menyebut aktivitas tarawih berjamaah di mesjid sebagai bid'ah (inovasi) yang baik; Ibnu Umar ra. yang menyebut shalat Dhuha berjamaah sebagai bid'ah.

Penyelenggaran maulid pada dasarnya adalah boleh, karena ia bisa dikategorikan adat. Jika melihat pada penyelenggaraan maulid saat ini, hemat saya, jika isi penyelenggaraannya tidak ditemukan sesuatu yang melanggar hukum Islam maka itu termasuk dalam bid'ah mandubah (inovasi yang terpuji). Namun jika sebaliknya, maka formulasi hukum-nya akan berbeda. Wajar jika Imam Ibnu Hajar ra. mengatakan agar sebaiknya isi maulid itu adalah hal yang baik seperti memberi makan orang, melantunkan pujian kepada Rasul yang menggetarkan hati, atau perbuatan mubah lainnya.

Sehingga me-eliminasi maulid, menurut saya kurang tepat karena itu juga berarti melenyapkan kegiatan tersebut, sekalipun dengan alasan-alasan pragmatis atau fakta sejarah. Sejatinya, kultur yang ada dipertahankan namun (juga) dipoles dan di-revitalisasi. Misalnya, tentang ketidakpahaman lirik/prosa Maulid, dapat diatasi dengan upaya transalasi (penerjemahan), penghayatan dan internalisasi. Tentang ishraf (berlebih-lebihan), bisa diatasi dengan metode dan isi dakwah dari penceramah pada perayaaan maulid itu. Mengeliminasi kultur maulid di tengah setumpuk alternatif yang lebih realistis bisa dikatakan sebagai tindakan terlalu jauh, meski saya yakin penulis sendiri berniat baik.

Maulid adalah potensi budaya yang patut disemarakkan dan dan diapresiasi, terlebih bila dikaitkan dengan pergeseran budaya saat ini. Ia adalah jihad kultural, jika dilakukan dengan tepat. Karena itu memperingati maulid tidak terbatas pada bulan Rabiul Awal an sih, tapi harus dilakukan sepanjang jasad masih dikandung badan. Adalah kewajiban setiap individu, terutama suara dominan—meminjam istilah Hiesberger (1981)— yaitu pemerintah dan ulama untuk bersama merevitalisasinya. Dan semoga kekhawatiran Bpk. Aliman S. dan semua pihak yang perduli bisa dijawab dan diantisipasi. Wallahu'alam***.

*) Mahasiswa pada Fakultas Syariah wal-Qonun, Universitas Al-Azhar, Kairo, dan anggota Keluarga Mahasiswa Kalimantan Mesir (KMKM).

KMKM Tercinta?



Oleh : Amat Sutuh Basha

Ketika seseorang berucap: “Aku mencintai-Mu, wahai Allah!” sejak saat itu dia telah dituntut untuk membuktikan cintanya. “Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian mencintai Allah, maka ikutikah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian...” (QS. Ali 'Imran: 31) Dalam mengungkapkan sesuatu, perbuatan memang lebih fasih daripada perkataan. Ungkapan “Aku sayang padamu!” takkan berarti -sama sekali- jika tidak diikuti dengan kesetiaan, pengorbanan, dan ketulusan.

“KMKM tercinta” adalah sebuah ungkapan yang sangat akrab di telinga saya. Ungkapan ini bukan saja sering saya dengar di beberapa sambutan, namun juga terlalu sering saya temukan di beberapa tulisan, tapi, sejauh manakah kebenaran ungkapan tersebut? Saya kurang tahu! Yang saya tahu hanyalah, betapa sulitnya seorang ketua KMKM yang baru terpilih ketika meminta kesediaan anggotanya untuk menjadi pengurus. Yang saya tahu hanyalah, betapa tidak mudahnya membujuk seorang anggota untuk menjadi ketua panitia pada sebuah acara. Dan yang saya tahu hanyalah, seberapa sulitnya seorang ketua mengumpulkan anggotanya untuk sebuah rapat.

Mungkin kita telah sepakat dengan pribahasa yang mengatakan: “Innal muhib liman ahabb muthâ’ (Seorang pecinta akan melakukan apapun demi kekasihnya)” Kata inggih-pun mungkin telah menjadi satu rukun yang akan menentukan kebenaran sebuah pengakuan seorang pecinta. Dan sangat tidak masuk akal -menurut saya- jika ada yang mengatakan “KMKM tercinta” sedangkan dia terlalu sering menghindar dari permintaan atau ketika dibutuhkan KMKM. Sudahlah, simpan saja kata cinta itu! Basi!

Salah, jika ada yang menganggap saya sedang marah-marah. Bahkan sebaliknya! Saat ini saya sedang tersenyum lebar, bahagia! Dan mugkin sama lebarnya dengan senyuman mereka yang berhasil menghindar saat pemilihan ketua KMKM, kabur! Melarikan diri dari tanggungjawab sebagai anggota, mengkhianati kepercayaan saudaranya yang berniat memilihnya dan meremehkan rasa kepemilikan dan kesetiaannya terhadap KMKM, sementara mereka, masih berani mengatakan “KMKM tercinta!”, payah!

Ok, sekarang saya mengaku, saya kesal, marah, saya kecewa! Hal itu karena tuduhan seekor kucing bingung, mulai terbukti. Saya kecewa karena keluarga ini semakin tidak nyata, semakin tak bisa diraba, semakin maya! Musykilah!

Saya pernah cemburu dengan beberapa oknum yang dengan kesetiaannya telah memanjakan KMKM, saya iri karena mereka dapat diandalkan dan penuh tangungjawab. Namun apakah saya berhak cemburu, sedang saya masih belum bisa menjadi anggota keluarga ini dengan baik? Entahlah! Yang pasti –mungkin– saya masih belum berhak mengatakan “KMKM tercinta!” dan saya takkan mengatakannya, jika itu hanya akan membuat saya menjadi seorang pendusta. Munafik!

Pengantar bahasa Arab Ammiyah

 Disusun Oleh : Rizqy & Basmah
 

Pedoman Transliterasi

q    =  ق gh    =  غ
‘    =  ع h    =  ح
sy    =     ش â    = (alif panjang)
sh    =   ص    û    = (wawu panjang)
kh    =   خ î    = (ya panjang)


PERUBAHAN DALAM PENUTURAN

  1. Orang Mesir biasanya menuturkan huruf "ق" dengan "ء".
    • Contoh: يا بنى قم واقرأ كتابك
    • Dibaca: Yabni um wa’ra’ kitâba
    • Artinya: Berdiri dan bacalah bukumu, nak!
  2. Orang Mesir melafalkan huruf "ج" dengan “g”.
    • Contoh: سبحان الله ايه اللى جابك هنا
    • Dibaca: Subhanallah. Eeh elle gabak hina
    • Artinya: Ya ampun, gimana ceritanya bisa datang kemari.
  3. Huruf "ث" selalu diucapkan dengan "ت".
    • Contoh:
    • Dibaca: Ihna aktar min talâtah
    • Artinya: Kita khan tiga orang lebih
  4. Biasanya huruf "ظ" biasanya dituturkan dengan huruf "ض"
    • Contoh: احنا ح نصل الظهر سواء والله
    • Dibaca: ....الضهر...., dengan menggunakan "ض"
    • Artinya: Sumpah, kita akan sholat Zuhur bareng.
  5. Kadang, "ء" dibunyikan" "ى. Untuk memudahkan pengucapan.
    • Contoh: يا رئيس انا جاى اه, مش نائم
    • Dibaca: Ya rayyis ana gay aho, misy nayim
    • Artinya: Hei Bung, gue datang, nih, nggak tidur.
  6. Biasanya huruf "ذ" diucapkan dengan "د".
    • Contoh: الذهب ذا....كذا
    • Dibaca: Addahab dah…kida
    • Artinya: Emas ini, keren, lho


KAIDAH DASAR
  1. Mengakhiri seluruh kata dengan huruf mati (sukun: __ْ_ ), tanpa memperhatikan kaidah bahasa Arab (al-Nahwu) yang baku.
    • Contoh : عايزك دىالوقت، حالا!
    • Dibaca: Aizak dil wa’ty. Hâlan! 
    • Artinya: Aku pingin ketemu kamu. Sekarang juga!
  2. Menambahkan huruf "ب" pada awal fi’il mudlâri’ = الفعل المضارع)present tense) yang menunjukkan peristiwa yang sedang terjadi.
    • Contoh: ازى بتفهم الدرس وانت نايم
    • Dibaca: Izzay bi tifham addars wainta nayim
    • Artinya: Gimana mo’ paham pelajaran. Tidur terus, sih ente!
  3. Meletakkan huruf "حَ" pada awal fi’il mudlâri’ الفعل المضارع) ) yang menunjukkan peristiwa yang akan terjadi (future tense). Ia menggantikan fungsi (makna) huruf "س" atau "سوف" dalam bahasa Arab fushHa. Perlu diingat juga, umumnya huruf awal fi’il mudlâri’ tersebut diucapkan secara samar antara kasrah dan fathah امالة
    • Contoh: حنروح الجامعة بكرة الصبح
    • Dibaca: Haneruh el gam’ah bukroh essubh
    • Artinya: Besok pagi kita akan berangkat ke kampus
  4. Menambahkan huruf "شْ" (sukun) pada setiap akhir kata kerja/benda yang didahului dengan huruf ما "النافية"
    • Contoh:
    • Dibaca: Ana ma andisy fulûs, ma akaltusy minimbârih
    • Artinya: Saya gak punya duit, saya belum makan nih dari kemarin .

BEBERAPA CONTOH PERCAKAPAN DAN KOSA KATA PENTING

Beramah-tamah
Halo, hai… Ahlan wa sahlan اهلا وسهلا
Hai juga. Ahlan bîk اهلا بك
Pa kabar nih? Izzayak/ik ? ازيك ؟
Baik, makasiih Kwayyis/alhamdulillah كويس الحمد لله
Aku udah kangen banget ama kamu Wahesytani âwiy وحشتنى قوى
Silahkan, tehnya Itfaddal syai اتفضل شاى
Aku bahagia banget dgn  kedatanganmu Syarraftana شرفتنا
Gimana kabarnya? Zay sihhah زى صحة
Mampir ke rumah, ya! Itfaddal ‘indana اتفضل عندنا
Makasih banget Mutasyakkir âwiy متشاكر قوى
Permisi, boleh nanya nggak? An iznik, mumkin suâl? عن اذنك ممكن سؤال؟
Saya nggak paham Ana misy fâhim انا مش فاهم
Tolong!/Permisi! (perintah) law samaht/i ; minfadlak/ik لو سمحت, من فضلك
Sorry  ya Ana âsif/ asfah انا آاسف/أاسفة
Selamat tinggal Ma’assalamah مع السلامة

Bertanya

Siapa sih nama kamu? Ismak/ik eeh? اسمك ايه ؟
Bisa bahasa Inggris nggak? Bititkallim/i Ingglizy? بتتكلم انكليزى ؟
Yang ini siapa? Min da/di من دا/ من ده ؟
Ini apa sih? Eeh da/di ايه دا/ايه ده ؟.
Itu apaan sih? (banyak) Eeh duul? ايه دول ؟
Dimana sih….? Fein…? فين ؟
Kapan? Imta? امتى ؟
Gimana? Izzay/ Zay? ازى/ زى ؟
Berapa harganya? Bikam? بكام ؟
Kenapa? Leeh? ليه ؟
Yang mana? Een hey? اين هى ؟
Ada yang tahu…? Had yi’rofuh ? حد يعرفه ؟
Atas dasar apaan? ‘Ala eeh? على ايه ؟
Dia dari mana? Huwwa mineen? هو منين ؟
Kenapa tidak ? Ommal leeh? امال ايه ؟

Butuh Bantuan

Toilet dimana? Fein hammam? فين حمام ؟
Sekarang Dilwa’ti دىالوقت
Rusaak, nggak jalan (peralatan) ‘Athlan/ah; Bayz/ah عطلان / بويظة
Tolooong...ada maling…! Ilha’ûni…! Harâmi…! الحقونى.... حرامى
Tolong saya  (minta bantuan) Sâ’idni ساعدنى
Saya lapar nih, ada makanan, nggak? Ana jiî’ân âwiy. Indak to’âm ? انا جاعان عندك طعام؟

Ungkapan Umum

Iya, He eh Aiwa; Aah ايوة ؛ آه
Nggak ah La’ ; La’a لا ؛  لاءه
Sorri, ya Ma’lish معليش
Lagi! Kamân! كمان
Jangan, gak usah/gratis Balasy بلاش
Juga Bardu برض
Okey, siip Mâsyi ماشى
Nggak papa, kok! Misy musykila مش مشكلة
Udah, selesai/beres Kholâs خلاص
Begini kan? Mish kida? مش كدا؟
Nggak mungkin lah! Mish mumkin! مش ممكن
Baiklah Thoyyib, thab طيب ؛ طب
Omong kosong Kalam fadi كلام فاضى
Pas banget, cocok! Miyyah miyyah ميه ميه
Lumayan Nush u Nush نص و نص
Cukup!    Bass بس
Dikit dikit Syuwayya syuwayya سويا سويا
Sialan, loe! Yahrab baitak! يخرب بيتك
Hei, bangsat! Yabnal kalb! يابن الكلب
Luar (keluar…!) Barrah (sama) بره
Dalam (masuk…!) Guwwah (sama) جوه
Gratis Balasy بلاش
Ssst jangan ribut! Balasy doosyah! بلاش دوشة
Cariin…! Dawwir! دور
Aku nggak sengaja Ghasban ‘anniy غصبا غنى
Tempat Hittah حته
Nggak boleh gitu Harâm ‘alaik حرام عليك
Semoga, lah Yarît. يريت
Kamu harus serius Syadda halak inta شد حألك إنت
Pikir masak-masak Thawwil bâlak طول بالك

Petunjuk
Lurus... ‘Ala tûl على طول
Kanan Yamîn يمين
Kiri Syimal شمال
Samping Gamb جنب
Depan ‘Uddam قدام
Belakang Wara ورا
Sebelum Abl قبل
Setelah Ba’d بعد
Deket dengan… ‘Urayyib min قريب من
Jauh dari… Ba’îd mîn بعيد من
Pojok Zâwiyaah زاويه
Antara…dan… Been…wa…. بين ... و ...
Turun di sini, Pak! Asta, hina kwayyis!  يا عسطا ,هنا كويس 
Cepetan! Bi-sur’ah! بلسرعة
Jangan ngebut Bi-syweesy! با لشويش

Tempat-tempat penting
Masjid Jâma’, masgid جامع ؛ مسجد
Airport Mathâr مطار
Jembatan layang Kubri كبرى
Kedutaan Sifarah سفارة
Restoran Resturan; Mat’am رستوران ؛ مطعم
Rumah Beet بيت
Hotel Fundu’ فندق
Pasar Suu’ سوق
Supermarket Subermarkit سوبرمركت
Mall Mûl مول
Kantor Maktab مكتب
Kantor pos Busta بسطة
Sekolahan Madrasah مدرسة
Jalan Syâri’ شارع
Stasiun Kereta Mahattit il-‘atr محطة القطار
Universitas Gam’ah جامعة
Musium MatHaf متحف
Wisma Nusantara Bet Andunisia بيت اندونيسيا
Warnet Markaz internit مركز انترنيت
Warkop Ma’ha مقهى


Seputar Duit
Pound Mesir Gineeh جنبه
Piester ‘Irsy قرش
Tiga pond setengah Talata gineeh u nush ثلاث جنيه و نصف
Seperempat Rub’ ربع
Recehan Fakkah فكة
Kembalian Bâ’I باقى
Ada recehan nggak? Ma’ak fakkah? معك فكة ؟
Nggak ada Mafisy fakkah مفيش فكة
Aku bokék Ana mifallis انا مفلس
Banyak bangeet! Kitir âwi كثير قوى
Ah, nggak masuk akal Mish ma’ûl مش معقول
Harga pasnya Akhir kalâm آخر كلام


Sebutan Orang
Orang-orang Nâs ناس
Bapakku (mu), (nya) Abuya (Abûk), (Abûh) ; Wâldy,(Waldak),(Waldu) ابويا (ابوك) (ابوه) ؛
والدى (والدك) (والده)
Ibuku Mâmty; Waldety مامتى ؛ والدتى
Suamiku(mu) Goozy (Goozak) جوزى (جوزك)
Istrimu Morâtak مرأتك
Laki-laki Ragil رجل
Perempuan Sitt ستى
Anak-anak Atfal; ‘Iyâl اطفال ؛ عيال
Anak bayi Beebi بيبى
Temenku (mu) Sahby صحبى
Kekasihku Habîbi, Habibty (pr) حبيبى حبيتى
Orang asing Agnaby/ah اجنبي /اجنبية
Orang Barat Khawâga/Khawagâyah خواجة / خواجية
Profesor Ustâz/ah استاذ / استاذة
Dosen Muhadir محاضر
Mas, Pak, Om (panggilan basa-basi) Astho, Afandim,Rayis, Basya,gedaan عسطة , افندم , رئيس , باشا


Tentang Waktu dan Hari
Sekarang juga Dilwa’ti, hâlan دلوقت حالا
Nanti Ba’din بعدين
Hari ini Innahardah انهارده
Malam ini Innaharda bil-Leel انهارده بالليل
Besok Bukroh بكرة
Lusa Awwilimbârih اول امبارح
Kemarin Imbarih امبارح
Pagi Is-Subh الصبح
Sore Ba’d id-Duhr بعد الظهر
Pada waktunya Fil Ma’âd فى المعاد
Jam 8 Malam Is-Sâ’ah tamâniah masâ’an الساعة الثمانية مساء
Jam 5.30 Is-Sâ’ah khamsa u nush الساعة خمسة و نصف
Lebih awal Badri بدرى


Kata Ganti
Saya Ana انا
Kamu Inta/ Inti(pr) انت / انت
Dia Huwwa هو
Dia (pr) Hiyya هى
Kami Ihna احنا
Kamu (jamak) Intu انتو
Mereka (dua orang) Humma هما
Ini/Itu Da(lk) / Di(pr) ده / ده
Itu (jamak) Dool دول


Kata Sifat
Besar Kibîr/ah كبير / كبيرة
Kecil Sughayyar/ah صغير / صغيرة
Banyak ; lebih banyak Katiir ; Aktar كثير ؛ أكثر
Sedikit ; lebih sedikit Ulaiyil ; A’all قليل ؛ أقل
Baek/Sehat Kwayyis; Thayyib كويس ؛ طيب
Cantik Gamil; Hilw جميل ؛ حلو
Jelek Wihisy; Mish Kwayyis وحش ؛ مش كويس
Bosen Mumill ممل
Penting Muhimm مهم
Macet Zahmah زحمة
Panjang Thawîl طويل
Pendek Ushayyar قصير
Gemuk Tikhin ثحين
Kurus Rufayya’ رفيع
Lucu Mud-Hik مضحك
Bahagia/seneng Mabsûth مبسوط
Tamak Thammâ’ طماع
Baek hati Karîm كريم
Terpercaya Amîn; Syarîf امين ؛ شريف
Panas / Dingin (cuaca) Hâr / Bardan حار / بردان
Air Panas Moyya Sukhnah ميا سخنة
Air Dingin Moyya Sâ’ah ميا ساقعة
Pedas Harrâ’ah; Hâmi/Hamyah حراقة ؛ حامى / حامية
Sakit ‘Ayân; Marîd عيان ؛ مريض
Sopan Mu’addab مؤدب
Aneh Gharîb غريب
Mengerikan Fazî’ فظيع
Capek Ta’bân تعبان
Gede banget Hâyyil/Haylah هايل / هايلة


Tukang
Tukang Cukur Hallâ’ حلاق
Tukang Kayu Naggâr نجار
Penjaga Apartemen Bawwâb بواب
Tukang Jahit Khayyât خياط
Sopir Sawwâ’ سواق
Tukang Listrik Kahrubâi كهربائى
Tukang Kebun Gineeni جنينى
Tukang Pos Bustâgi بوسطاجى
Tukang Ledeng Sabbâk سباك
Tukang Masak Thabbah طباخ
Petani Fallâh فلاح
Pelaut Mallâh ملاح
Jagal (jual daging) Gazzâr جزار


Perabot Rumah
Ranjang Sirîr سرير
Selimut Bathâniya بطانية
Lemari Dulâb دولاب
Tirai Sitâra ستارة
Lampu Lamba لمبة
Cermin Mirâya مراية
Bantal Tidur Mikhadda مخدة
Bantal Sofa Khudadiya خدادية
Seprai Milâya ملاية
Rak Raf رف
Kursi Sofa Kanaba كنابة
Meja Tarabeza ترابزة
AC Mukayyif مكيف
Bak Air Banyu بانيو
Kamar Tidur Odit nom عوضة النوم
Kamar Oda عوضة
Lift Mash’ad مصعد ؛
Keran Air Hanafiya حنغية
Lantai Ardh ارض
Pemanas Ruangan Deffâye دفاية
Oven Furn فرن
Shower Dusy دش
Westafel Houd حوض
Toilet Twalit تواليت
Tangga Sillim سلم
Kompor Gas Butagas بوتاغاز
Pemanas Air Sakhâna سخانة
Mesin Cuci Ghassala غسالة
Jendela Syubbak شباك
Skakel Muftâh Nûr مفتاح النور
Handuk Fûta فوطة
Tabung Gas Ambûba امبوبة
Mobil Arabiyya عربية
Pipa Mawasir مواسير
Karpet Saggâd سجاد
Vacuum cleaner Miknasah kahrobâiyyah مكنسة كهربائية
Kipas angin Morwahah مروحة

E D I T

Oleh : Astri Nor Fitriani
 

Dalam istilah lainnya, sinonim dari kata ‘edit’ atau ‘mengedit’ adalah ‘koreksi’ atau ‘mengoreksi’. Tak perlu jauh-jauh membuka kamus, saat kita membaca kata ‘edit’, kita bisa mendefinisikannya menjadi sebuah kalimat. Kegiatan mengedit adalah kegiatan memangkas, menyortir, menambah, mengganti, atau bahkan memotong habis, yang pada intinya bertujuan untuk mengoreksi sesuatu.

Ketika saya mulai ngomong masalah edit-mengedit, itu bukan berarti saya ingin membicarakan pekerjaan rutin saya setiap bulan. Tentu tidak! Saya bahkan ingin mengatakan bahwa edit-mengedit ternyata merupakan pekerjaan kita bersama. Tidak hanya setiap bulan, bukan cuma setiap minggu, tetapi setiap jam dalam hidup kita, tanpa sadar kita selalu mengedit. Mengedit manusia. Kita semua ternyata sang editor itu!

Saya tak mencoba berbasa-basi. Tapi memang, sungguh luar biasa kita! Bisa-bisanya kita mengedit manusia, sementara yang dikoreksi belum tentu lebih jelek daripada yang mengoreksi. Ketika kita berjalan di trotoar dan melihat seseorang yang bajunya gak matching, kita mengedit, terserah itu terlontar dari mulut atau hanya bergumam di dalam hati. Saat kita mendengar si anu melakukan begini dan begitu, kita akan berkomentar, sibuk mengedit di sana-sini, seakan digaji. Bahkan waktu dosen kita (rahmatullah ‘alaihim) mengajar sebuah mata pelajaran dan menyampaikan kepada kita sebuah ilmu, disadari ataupun tidak, kita masih sempat-sempatnya mengedit mereka! Dan sadarkah Anda? Saya, si penulis tulisan ini, tentu saja dengan sangat sengaja tengah mengedit Anda-anda semua. Lagi, setelah saya merampungkan tulisan saya ini, akan ada orang lain yang akan mengoreksi tulisan saya! Rupanya, mengedit adalah hidup, karena objek yang diedit pun adalah kehidupan itu sendiri.

Memang tak dinyana, kegiatan mengedit adalah kegiatan yang penting dan dibutuhkan. Seorang editor yang membetulkan tulisan-tulisan yang tidak pas adalah mengedit. Orangtua yang menegur tingkah laku anak mereka adalah mengedit. Seorang teman yang ngomen kata-kata kita yang tidak pantas juga merupakan kegiatan mengedit, karena mengedit bertujuan untuk memperbaiki sesuatu yang salah agar terlihat lebih pantas. Tetapi saat tujuan seorang editor telah bergeser dari titik ingin memperbaiki menjadi bertujuan ingin menghina, mengejek, pamer, atau hanya sekedar sensasi ataupun main-main, dan sebagainya, maka kita sepakat bahwa mengedit dengan tanda kutip seperti itu adalah kegiatan negatif dan salah besar.

Mengedit sesuatu memang enak, karena kita berada dalam posisi sang komentator. Berujar begini, nyeletuk begitu. Potong sana, pangkas sini. Enak! Puas! Tetapi bagi si objek yang diedit, lain perkara. Ternyata hal tersebut sangat menyebalkan, bahkan menyakitkan. Lebih-lebih ketika tujuan mengolok-oloknya ditutupi dengan tulisan, ‘Demi mengoreksi kesalahan’. Penipuan publik!
Atau bahkan, memang bertujuan mengedit sesuatu dengan niat yang benar, tetapi dengan cara yang tidak pas. Wah, lupakan saja. Anda tidak akan sukses menjadi editor yang baik.

Saya hanya berpikir, beruntung sekali orang yang mengedit dengan niat yang benar dan menerima editan yang baik pula dari orang-orang di sekitarnya, atau menjadi seorang editor kehidupan tetapi tidak pernah diedit oleh manusia. Tapi kita semua tahu, tak ada gading yang tak retak.

Terlepas dari semua itu, saya hanya ingin bertanya, editor yang baik kah kita?

Pantas Kalau Saya Takut Pulang!

Oleh : Muhammad Mukhlis Anwarie


"Ooh, kamu di Usuluddin?" Bapak tua yang duduk di samping saya di bis hari itu seakan ragu. "Kamu pernah melihat saya di kuliah?" tanyanya. "Gak tau" sahut saya. "Dosen mata kuliah Tata Negara Islam kamu siapa?" tanyanya lagi. "Gak tau juga".  Sambil tersenyum, "Saya dosen kamu!" tegas bapak itu ke arah saya.

Saya tidak langsung percaya, saya tahu orang Mesir suka becanda, dan untuk memastikan benar tidaknya pengakuan bapak itu, saya sengaja menanyakan kepadanya satu masalah penting tentang mata kuliah tersebut. Dan tidak dapat saya pungkiri lagi, ternyata benar bapak itu adalah dosen yang mengajar Nudzum Islamiyah di tingkat satu, jawaban beliau tidak jauh dari isi buku yang telah saya baca.

Malu! Dan sejak saat itu saya selalu mencatat jadwal kuliah lengkap dengan nama dosennya dan berusaha mengenalinya, takut nanti suatu hari saya akan duduk berdampingan lagi dengan dosen di bis. Tapi itu tidak penting, saya tidak begitu menyesali kejadian tersebut.

Yang sangat saya sesali adalah saat saya menganggap bahwa membaca buku di rumah lebih efisien daripada pulang pergi mengejar pengajian atau muhadharah duktur di kelas. Berapa banyak waktu yang akan terbuang di jalan dan di halte menunggu angkutan? Bukankah jika saya membaca buku di rumah, waktu tersebut tidak akan terbuang sia-sia? Padahal saya salah!

Saya akui atau tidak, ternyata duduk bersama orang-orang jenius satu jam lebih berarti jika dibandingkan dengan duduk membaca buku puluhan jam, serius! Belum lagi berkah yang akan saya dapat karena telah duduk di majelis ilmu dan berinteraksi dengan orang-orang shaleh di majelis itu.

Lebih dari itu, ilmu yang akan saya terima dari seorang guru dapat lebih dipertanggungjawabkan dari sekedar membaca buku sendirian. Serta banyak hal lain yang tidak akan pernah saya temui di buku, namun akan saya dengar dan dapatkan dari penjelasan para guru.

Tapi, itupun rasanya tidak terlalu menyedihkan. Yang tragis adalah saat saya telah lupa bahwa saya adalah seorang pelajar. Saat saya sering melangkahkan kaki ke tempat-tempat yang tidak ada sangkut-pautnya dengan ilmu. Dan akhirnya, duduk di pengajian pun tidak, membaca buku juga tidak. Parah!

Dan yang lebih memalukan lagi, saat saya adalah pelajar Syari'ah, namun saya tidak bisa membedakan antara istilah qawaid fiqhiyah dengan dhawabit fiqhiyah, atau ketika saya adalah mahasiswa Bahasa Arab, tapi saya masih bingung dengan yang namanya Madlul al-'Urfi dengan Madlul al-Lughawi. Serta tidak sepantasnya saat saya adalah mahasiswa jurusan Tafsir, sedang saya masih saja membuka terjemahan DEPAG ketika ingin tahu terjemahan ayat-ayat al-Qur'an. Payah!

Juga sangat disayangkan, ketika saya adalah mahasiswa jurusan Hadits, tapi saya tidak tahu apa perbedaan Riwayah dengan Dirayah. Atau saat saya adalah mahasiswa Aqidah Filsafat, namun saya tidak dapat membedakan antara istilah ad-Daur dengan at-Tasalsul dalam Ilmu Kalam. 'Eib ya 'am!

Semua istilah-istilah di atas merupakan istilah-istilah yang sangat populer di bidangnya. Sangat pantas kalau saya malu jika saya tidak mengerti dengan istilah-istilah tersebut sedang saya adalah pelajar di bidang itu. Dan mungkin saya perlu bertanya, apa sih yang selama ini saya lakukan di kota ini?

Seharusnya saya telah menguasai (bukan hanya sekedar tahu) disiplin-disiplin ilmu yang diajarkan di jurusan saya, yang walaupun idealnya saya juga wajib tahu (walaupun tidak terlalu mendalam) ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya yang ada di jurusan lain.

Karena saya hampir yakin, ketika saya pulang nanti masyarakat tidak akan menanyakan saya kuliah di jurusan apa? Mereka hanya tahu bahwa saya adalah seorang lulusan Universitas al-Azhar, yang mengerti tentang agama, bas!

Jika dengan pelajaran-pelajaran yang ada di satu jurusan saja saya tidak becus, bagaimana dengan ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya? Terlebih lagi dengan pengetahun-pengetahuan umum seperti sejarah, budaya, pemikiran dan lain-lain, apa yang telah saya ketahui? Sangat pantas kalau saya takut pulang!

Wednesday, October 20, 2010

Mohon kesedian kawan-kawan

Sudah beberapa bulan berlalu, pergantian kursi kepemimpinan DP atau dewan pengurus yang lama sudah berpindah ke-priode selanjutnya. Selamat untuk kabinet Dp kmkm yang baru, semoga DP tahun ini bisa lebih aktif dalam menjalankan tugas dan Amanah dalam mencapai kesuksesan. Tidak terasa pula web kmkm vakum dalam beberapa bulan terakhir dan tak berjalan maksimal. Tidak ada gerak tanpa semangat, yaitu ide dan pemikiran. Karena vakum dan diam itu berarti netral dan tenggelam, berarti awal dari segala kemafsadahan.

Kami sebagai pengelola website kmkm sangat mengharapkan kesedian kawan-kawan yang sangat hobbi menulis untuk mengisi kolum-kolum yang telah kami sediakan, seperti; kata mereka, cerpen, keilmuan, reperensi buku, profile seorang ulama, puisi dan lain-lain. Tunjukkanlah kiat dan kreativitas kalian dan tingkatkan lagi potensi yang kalian miliki, dan kami senantiasa menunggu parsitipasi dan antusias dari kalian. Kirimkan satu atau dua tulisan kalian lewat email atau message ke dp_kmkm@yahoo.com dan anggap saja website kmkm ini adalah blog kita bersama dan kalian berhak untuk ikut serta di dalamnya.

Kami sebagai pengelola KMKM sangat mengharapkan dukungan dan parsitipasi dari kalian semua. Mohon maaf jika banyak terdapat dalam penulisan ini. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih.

Dp KMKM

Tuesday, October 19, 2010

Kaltim Bangun Asrama Mahasiswa di Mesir

SAMARINDA- Pemprov kaltim akan membangun asrama untuk mahasiswa yang menuntut ilmu di Mesir. Melalui APBD 2010, telah dialokasikan dana sebesar Rp2,5 miliar untuk membeli bangunan yang bakal ditempati para mahasiswa asal Kaltim tersebut.

Para mahasiswa yang berkuliah di Negeri Hosni Mubarak itu sudah mengajukan permohonan asrama  pada 2009. Saat itu, Wakil Gubernur Kaltim Farid Wadjdy dan Komisi IV DPRD Kaltim juga sudah mengunjungi negeri itu untuk melakukan pemantauan.  Dari hasil kunjungan, diketahui beberapa daerah di Indonesia sudah memiliki asrama di Mesir. Seperti, Kalimantan Selatan, Jakarta, dan Jawa Timur. "Di sana juga banyak mahasiswa yang menuntut ilmu, sehingga sudah selayaknya disediakan asrama," kata Kabag Pendidikan, Seni, dan Budaya Biro Sosial Setprov Kaltim Fathurrahman kepada Kaltim Post (JPNN Grup).

Untuk pengadaan asrama ini, Pemprov Kaltim sudah membentuk tim kecil. Tim ini bertugas mempelajari bentuk bantuan yang akan diberikan. Karena, ada dua opsi pencairan bantuan. Yakni, melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau langsung dari pemprov. Jika dana dikucurkan melalui KBRI maka bantuan akan berupa hibah, kalau dari Pemprov artinya asrama itu akan menjadi aset pemprov.

Dia memberikan gambaran, asrama akan ada di satu bangunan bertingkat yang memiliki beberapa lantai. Nantinya, jika sudah direalisasikan asrama untuk mahasiswa Kaltim hanya ada di satu lantai dengan beberapa kamar. Menurutnya, mahasiswa Kaltim di Mesir ada sekitar 60 orang.

Terpisah,Verski Rahendra, ketua Kerukunan Keluarga Mahasiswa Kalimatan (KMKM) di Mesir mengatakan, rencana pembelian asrama Kaltim itu telah berhembus sejak 2007. KMKM telah melakukan survei lokasi asrama. Saat ini, katanya, Ada dua pilihan lokasi yaitu perkampungan Hay Ashir dan Hay Sabi yang merupakan pemukiman mahasiswa Indonesia terbanyak di Kota Kairo.

“Kami telah melihat dua tempat ini,” kata Verski saat dihubungi media ini Senin (5/3) lalu.

Verski mengatakan, jumlah mahasiswa asal Kaltim yang menuntut ilmu di Negeri Seribu Menara ini adalah 30 orang (versi pemprov sebanyak 60 mahasiswa). Mereka antara lain dari Samarinda, Balikpapan, Bontang, Paser, dan Kutai Kartanegara.

Tentang harga asrama, dia belum bisa memastikan karena pihaknya belum membicarakan dengan pemilik bangunan. Namun sebagai perbandingan, pada tahun 2007 saat mereka membeli sekretariat KMKM, waktu itu harga satu flat berkisar 242.093 Egytian Pound (mata uang Mesir) atau sekitar Rp 400 juta.

“Kalau asrama KMKM dulu dibeli sekitar Rp 400 juta, itu belum termasuk renovasi. Jadi kami belum tahu, apa duit Rp 2,5 miliar dari pemkot ini cukup atau lebih. Karena panitia belum membicarakan harga dengan pemilik rumah,” katanya.

Untuk diketahui, KMKM adalah wadah warga Kalimantan (Selatan, Timur, Barat, dan Tengah) yang menuntut ilmu di Mesir yang dibentuk tahun 1958. KMKM merupakan organisasi kekeluargaan pertama dan tertua. Mahasiswa asal Kaltim juga tergabung di wadah ini. (far/fid/fuz/jpnn)

NUSANTARA - KALIMANTAN
Rabu, 07 April 2010 , 10:29:00

Daptar isi

Alamat KMKM

My photo
Sekretariat: 02/01 St. Mahmud Banan, Qasar Baron:1 Blok:20, 9th District Nasr City Cairo Telp: 202 0108242360, Egypt

Mutiara Hikmah

"Umar bin Abdil Aziz mengatakan: Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan."

SMS GRATIS


Make Widget

 
Label:
Recent Posts

Copyright © 2010 Keluarga Mahasiswa Kalimantan Mesir. All Rights Reserved. Powered by Blogger and Edited Template by Asyd KiNaNa .